Minggu, 03 Desember 2017

Laporan Ekstraksi Pelarut

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Proses pemisahan dalam ilmu kimia dilakukan untuk mendapatkan suatu larutan yang lebih pekat atau lebih murni. Pemisahan yang dilakukan dapat bersifat sederhana maupun yang lebih rumit. Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fasa: padat-padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya. Pada berbagai kasus, dua atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan untuk mendapatkan hasil pemisahan yang diinginkan.
Ekstraksi  merupakan salah satu contoh dalam proses pemisahan campuran yang didasarkan pada perbedaan kelarutannya. Ekstraksi terdiri dari beberapa jenis berdasarkan yang diantaranya yaitu ekstraksi pelarut. Proses pengerjaan dari ekstraksi pelarut ini dilakukan dengan memasukkan dua larutan kedalam suatu corong pisah. Sehingga pada proses tersebut suatu zat akan terdistribusi kedalam dua pelarut yang tidak bercampur. Dalam hal ini antara dua larutan tersebut meliputi pelarut organik dan juga air. Pelarut organik yang biasanya dipakai yaitu eter maupun CCl4, dimana larutan tersebut merupakan senyawa non polar.

Proses ekstraksi pelarut tidak hanya dilakukan dengan satu kali ekstraksi, tetapi dapat dilakukan berulang kali. Berdasarkan hal tersebut, maka pada praktikum ini akan dilakukan suatu proses ekstraksi untuk menentukan efisiensi ekstraksi CH3COOH dengan pelarut organik CCl4.  
B.     Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukan praktikum terhadap percobaan ekstraksi pelarut ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk melakukan pemisahan dengan cara ekstraksi pelarut.
2.  Untuk menentukan tetapan distribusi (KD) asam asetat dalam sistem organik-cair.
C.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana proses pemisahan dengan cara ekstraksi pelarut ?
2.      Bagaimana menentukan koefisien distribusi ?
D.      Prinsip Percobaan
Percobaan ini didasarkan pada proses pemisahan dengan teknik esktraksi pelarut dan efisien ekstraksi dari dua senyawa atau lebih yang dipisahkan berdasarkan perbedaan koefisien distribusinya (KD).





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.       Ekstraksi Pelarut (Solvent Extraction)
Pengambilan minyak dengan cara ekstraksi pelarut cocok untuk   pengambilan minyak nabati, sehingga proses pengambilan minyak bekatul sesuai dengan cara tersebut. Menurut (Sediawan dan Prasetya, 1997) dalam (Susanti,  dkk, 2012) pada proses ekstraksi minyak dari biji–bijian dengan pelarut, perpindahan massa solute (minyak) dari dalam padatan kepelarut dapat diduga melalui tahapan : 1) Difusi dari dalam padatan (biji) kepermukaan padatan (biji). 2) Perpindahan massa minyak dari permukaan padatan (biji) kecairan. Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : 1) Selektivitas Pelarut dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan sempurna. 2) Titik didih pelarut Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah sehingga pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi pada proses pemurnian dan jika diuapkan tidak tertinggal dalam minyak. 3) Pelarut tidak larut dalam air. 4) Pelarut bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain. 5) Harga pelarut semurah mungkin. 6) Pelarut mudah terbakar (Susanti, dkk, 2012).
Jenis pelarut pengekstraksi juga mempengaruhi jumlah senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak, sesuai konsep like dissolve like, dimana senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa yang bersifat non polar akan larut dalam pelarut non polar. Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak diantaranya yaitu faktor kimia seperti jenis dan jumlah senyawa kimia, metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan (Arifianti, dkk, 2014).     
Disamping itu solven tersebut (terutama alkohol) mempunyai kelarutan yang cukup besar dalam air sehingga kurang cocok bila dipakai sebagai ekstraktan dalam pengolahan limbah cair. Senyawa amina, terutama amina tersier lebih cocok dipakai sebagai extracting power untuk pengikat asam-asam karboksilat karena dapat membentuk formasi asam-amin kompleks sehingga dapat meningkatkan harga koefisien distribusi. Kelemahan solven amina ini adalah tidak ekonomis apabila dipakai sebagai solven tunggal karena harganya sangat mahal dan mempunyai viskositas yang tinggi. Oleh karena itu, perlu dikaji pemakaian solven campuran yang harganya jauh lebih murah namun tetap memberikan harga koefisien distribusi yang besar ( Kasmiyatun, 2010 ).


B.  Koefisien Distribusi                                                                
            Koefisien distribusi atau koefisien partisi (partition coefficient), K didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi berat solut dalam fase ekstrak , (XC)E dibagi dengan fraksi berat solut dalam fase rafinat, (XC)R pada keadaan kesetimbangan. 
Koefisien distribusi dapat juga dinyatakan dalam fraksi mole
Dimana :  xo dan yo masing-masing adalah fraksi mol solut dalam fase rafinat  dan fase ekstrak ( Kasmiyatun, 2010 ).

C. Teknik Ekstraksi
            Teknik ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi dengan pelarut organik secara bertingkat. Ekstraksi secara bertingkat dilakukan dengan menggunakan beberapa pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai pelarut adalah : (1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, (2) pelarut organik akan cenderung melarutkan senyawa organik, dan (3) pelarut air cenderung melarutkan senyawa anorganik dan garam dari asam atau pun basa. Secara umum teknik ekstraksi menggunakan pelarut organik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu maserasi, digestion, dan perkolasi. Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan penghancuran sampel menggunakan pelarut, perendaman beberapa hari dan dilakukan pengadukan, kemudian dilakukan penyaringan atau pengepresan sehingga diperoleh cairan. Digestion adalah ekstraksi yang dilakukan dengan bantuan pemanasan sekitar 60°C dan lamanya ekstraksi dapat berlangsung selama 24 jam ( Nuraini, 2007 ).
Ekstraksi pelarut atau biasa dikenal dengan penyaringan, merupakan suatu proses pemisahan dimana suatu zat terdistribusi dalam dua pelarut yang tidak bercampur. Penyarian merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terdistribusi kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Kegunaan besar dari penyaringan ini adalah kemungkinan untuk pemisahan dua senyawa atau lebih berdasarkan perbedaan koefesien distribusinya (KD) (Rudi, 2017).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum Dasar-Dasar Pemisahan Analitik Ekstraksi Pelarut dilaksanakan pada sabtu, 22 April 2017, pada pukul 07.30 WITA. Bertempat di Laboratorium Pengembangan Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Halu Oleo, Kendari.
B.   Alat dan Bahan
1.    Alat
Alat yang digunakan terhadap percobaan ekstraksi pelarut ini yaitu Corong pisah,  buret asam, statif dan klem, erlenmeyer, pipet volume, gelas piala, gelas ukur, gelas kimia, corong kaca, labu takar, batang pengaduk dan filler.
2.      Bahan
Bahan yang digunakan terhadap  percobaan ekstraksi pelarut ini yaitu aquades, asam asetat,  pelarut organik (CCl4), larutan NaOH 1 N dan indikator phenolpthalein.

C.  Prosedur Kerja
1.    Penentuan konsentrasi asam asetat total
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penentuan konsentrasi asam asetat total yaitu:
a.       Dimasukkan 20 mL asam asetat yang telah diencerkan kedalam  erlenmeyer
b.      Ditambahkan indikator PP 3 tetes
c.       Dilakukan titrasi dengan NaOH 1 N
d.      Dicatat volume NaOHyang digunakan sampai larutan berubah warna
e.       Dihitung konsentrasi asam asetat dalam sampel
f.       Dihitung massa asam asetat yang terkandung dalam sampel
2.    Ekstraksi asam asetat dengan pelarut organik dan penentuan konsentrasi asam asetat sisa
a.    Untuk 1 kali ekstraksi
Prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penentuan konsentrasi asam asetat sisa untuk 1 kali ekstraksi yaitu:
a.       Dimasukkan 20 mL asam asetat kedalam corong pisah
b.      Ditambahkan 20 mL pelarut organik (CCl4)
c.       Dikocok beberapa menit dan didiamkan hingga terbentuk dua lapisan.
d.      Dipisahkan fasa airnya
e.       Diencerkan fasa air hingga 100 mL
f.       Dimasukkan kedalam erlenmeyer
g.      Ditambahkan 3 tetes indikator PP
h.      Dilakukan titrasi dengan NaOH 1 N sampai terjadi perubahan warna
i.        Dicatat volume NaOH yang digunakan
b.   Untuk 2 kali ekstraksi dengan volume yang sama
a.       Dimasukkan 20 mL asam asetat yang telahdiencerkan kedalam corong pisah
b.      Ditambahkan 10  mL pelarut organik (CCl4)
c.       Dikocok beberapa menit
d.      Didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan
e.       Dipisahkan fasa airnya
f.       Dimasukkan lagi kedalam corong pisah ke-2 selanjutnya ditambahkan lagi 10 mL pelarut CCl4 dan dilakukan lagi proses ekstraksi
g.      Dipisahkan lapisan fasa air dan diencerkan hingga 100 mL
h.      Dilakukan titrasi dengan NaOH 1 N dengan menggunakan Indikator Phenolptalein.













DAFTAR PUSTAKA
Arifianti, L., Oktarina, R.C., dan Kusumawati I. 2014. Pengaruh Jenis Pelarut Pengekstraksi Terhadap Kadar Sinensetin Dalam Ekstrak Daun Orthosiphon stamineus Benth. E-Journal Planta Husada, 2(1).

Kasmiyatun M. 2010. Ekstraksi Asam Sitrat Dan Asam Oksalat : Pengaruh  Konsentrasi Solut Terhadap Koefisien Distribusi. Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses. ISSN : 1411-4216.

Nuraini A.D. 2007. Ekstraksi Komponen Anti bakteri Dan Antioksidan  Dari Biji Teratai (Nymphaea Pubescens Willd). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Rudi. 2017. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari : Universitas Halu Oleo.

Susanti A.D., Ardiana D., Gumelar P.G., dan Bening G.Y . 2012. Polaritas Pelarut Sebagai Pertimbangan Dalam Pemilihan Pelarut Untuk Ekstraksi Minyak Bekatul Dari Bekatul BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Proses pemisahan dalam ilmu kimia dilakukan untuk mendapatkan suatu larutan yang lebih pekat atau lebih murni. Pemisahan yang dilakukan dapat bersifat sederhana maupun yang lebih rumit. Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fasa: padat-padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya. Pada berbagai kasus, dua atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan untuk mendapatkan hasil pemisahan yang diinginkan.
Ekstraksi  merupakan salah satu contoh dalam proses pemisahan campuran yang didasarkan pada perbedaan kelarutannya. Ekstraksi terdiri dari beberapa jenis berdasarkan yang diantaranya yaitu ekstraksi pelarut. Proses pengerjaan dari ekstraksi pelarut ini dilakukan dengan memasukkan dua larutan kedalam suatu corong pisah. Sehingga pada proses tersebut suatu zat akan terdistribusi kedalam dua pelarut yang tidak bercampur. Dalam hal ini antara dua larutan tersebut meliputi pelarut organik dan juga air. Pelarut organik yang biasanya dipakai yaitu eter maupun CCl4, dimana larutan tersebut merupakan senyawa non polar.

Proses ekstraksi pelarut tidak hanya dilakukan dengan satu kali ekstraksi, tetapi dapat dilakukan berulang kali. Berdasarkan hal tersebut, maka pada praktikum ini akan dilakukan suatu proses ekstraksi untuk menentukan efisiensi ekstraksi CH3COOH dengan pelarut organik CCl4.  
B.     Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukan praktikum terhadap percobaan ekstraksi pelarut ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk melakukan pemisahan dengan cara ekstraksi pelarut.
2.  Untuk menentukan tetapan distribusi (KD) asam asetat dalam sistem organik-cair.
C.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana proses pemisahan dengan cara ekstraksi pelarut ?
2.      Bagaimana menentukan koefisien distribusi ?
D.      Prinsip Percobaan
Percobaan ini didasarkan pada proses pemisahan dengan teknik esktraksi pelarut dan efisien ekstraksi dari dua senyawa atau lebih yang dipisahkan berdasarkan perbedaan koefisien distribusinya (KD).





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.       Ekstraksi Pelarut (Solvent Extraction)
Pengambilan minyak dengan cara ekstraksi pelarut cocok untuk   pengambilan minyak nabati, sehingga proses pengambilan minyak bekatul sesuai dengan cara tersebut. Menurut (Sediawan dan Prasetya, 1997) dalam (Susanti,  dkk, 2012) pada proses ekstraksi minyak dari biji–bijian dengan pelarut, perpindahan massa solute (minyak) dari dalam padatan kepelarut dapat diduga melalui tahapan : 1) Difusi dari dalam padatan (biji) kepermukaan padatan (biji). 2) Perpindahan massa minyak dari permukaan padatan (biji) kecairan. Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : 1) Selektivitas Pelarut dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan sempurna. 2) Titik didih pelarut Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah sehingga pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi pada proses pemurnian dan jika diuapkan tidak tertinggal dalam minyak. 3) Pelarut tidak larut dalam air. 4) Pelarut bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain. 5) Harga pelarut semurah mungkin. 6) Pelarut mudah terbakar (Susanti, dkk, 2012).
Jenis pelarut pengekstraksi juga mempengaruhi jumlah senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak, sesuai konsep like dissolve like, dimana senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa yang bersifat non polar akan larut dalam pelarut non polar. Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak diantaranya yaitu faktor kimia seperti jenis dan jumlah senyawa kimia, metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan (Arifianti, dkk, 2014).     
Disamping itu solven tersebut (terutama alkohol) mempunyai kelarutan yang cukup besar dalam air sehingga kurang cocok bila dipakai sebagai ekstraktan dalam pengolahan limbah cair. Senyawa amina, terutama amina tersier lebih cocok dipakai sebagai extracting power untuk pengikat asam-asam karboksilat karena dapat membentuk formasi asam-amin kompleks sehingga dapat meningkatkan harga koefisien distribusi. Kelemahan solven amina ini adalah tidak ekonomis apabila dipakai sebagai solven tunggal karena harganya sangat mahal dan mempunyai viskositas yang tinggi. Oleh karena itu, perlu dikaji pemakaian solven campuran yang harganya jauh lebih murah namun tetap memberikan harga koefisien distribusi yang besar ( Kasmiyatun, 2010 ).


B.  Koefisien Distribusi                                                                
            Koefisien distribusi atau koefisien partisi (partition coefficient), K didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi berat solut dalam fase ekstrak , (XC)E dibagi dengan fraksi berat solut dalam fase rafinat, (XC)R pada keadaan kesetimbangan. 
Koefisien distribusi dapat juga dinyatakan dalam fraksi mole
Dimana :  xo dan yo masing-masing adalah fraksi mol solut dalam fase rafinat  dan fase ekstrak ( Kasmiyatun, 2010 ).

C. Teknik Ekstraksi
            Teknik ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi dengan pelarut organik secara bertingkat. Ekstraksi secara bertingkat dilakukan dengan menggunakan beberapa pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai pelarut adalah : (1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, (2) pelarut organik akan cenderung melarutkan senyawa organik, dan (3) pelarut air cenderung melarutkan senyawa anorganik dan garam dari asam atau pun basa. Secara umum teknik ekstraksi menggunakan pelarut organik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu maserasi, digestion, dan perkolasi. Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan penghancuran sampel menggunakan pelarut, perendaman beberapa hari dan dilakukan pengadukan, kemudian dilakukan penyaringan atau pengepresan sehingga diperoleh cairan. Digestion adalah ekstraksi yang dilakukan dengan bantuan pemanasan sekitar 60°C dan lamanya ekstraksi dapat berlangsung selama 24 jam ( Nuraini, 2007 ).
Ekstraksi pelarut atau biasa dikenal dengan penyaringan, merupakan suatu proses pemisahan dimana suatu zat terdistribusi dalam dua pelarut yang tidak bercampur. Penyarian merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terdistribusi kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Kegunaan besar dari penyaringan ini adalah kemungkinan untuk pemisahan dua senyawa atau lebih berdasarkan perbedaan koefesien distribusinya (KD) (Rudi, 2017).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum Dasar-Dasar Pemisahan Analitik Ekstraksi Pelarut dilaksanakan pada sabtu, 22 April 2017, pada pukul 07.30 WITA. Bertempat di Laboratorium Pengembangan Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Halu Oleo, Kendari.
B.   Alat dan Bahan
1.    Alat
Alat yang digunakan terhadap percobaan ekstraksi pelarut ini yaitu Corong pisah,  buret asam, statif dan klem, erlenmeyer, pipet volume, gelas piala, gelas ukur, gelas kimia, corong kaca, labu takar, batang pengaduk dan filler.
2.      Bahan
Bahan yang digunakan terhadap  percobaan ekstraksi pelarut ini yaitu aquades, asam asetat,  pelarut organik (CCl4), larutan NaOH 1 N dan indikator phenolpthalein.

C.  Prosedur Kerja
1.    Penentuan konsentrasi asam asetat total
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penentuan konsentrasi asam asetat total yaitu:
a.       Dimasukkan 20 mL asam asetat yang telah diencerkan kedalam  erlenmeyer
b.      Ditambahkan indikator PP 3 tetes
c.       Dilakukan titrasi dengan NaOH 1 N
d.      Dicatat volume NaOHyang digunakan sampai larutan berubah warna
e.       Dihitung konsentrasi asam asetat dalam sampel
f.       Dihitung massa asam asetat yang terkandung dalam sampel
2.    Ekstraksi asam asetat dengan pelarut organik dan penentuan konsentrasi asam asetat sisa
a.    Untuk 1 kali ekstraksi
Prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penentuan konsentrasi asam asetat sisa untuk 1 kali ekstraksi yaitu:
a.       Dimasukkan 20 mL asam asetat kedalam corong pisah
b.      Ditambahkan 20 mL pelarut organik (CCl4)
c.       Dikocok beberapa menit dan didiamkan hingga terbentuk dua lapisan.
d.      Dipisahkan fasa airnya
e.       Diencerkan fasa air hingga 100 mL
f.       Dimasukkan kedalam erlenmeyer
g.      Ditambahkan 3 tetes indikator PP
h.      Dilakukan titrasi dengan NaOH 1 N sampai terjadi perubahan warna
i.        Dicatat volume NaOH yang digunakan
b.   Untuk 2 kali ekstraksi dengan volume yang sama
a.       Dimasukkan 20 mL asam asetat yang telahdiencerkan kedalam corong pisah
b.      Ditambahkan 10  mL pelarut organik (CCl4)
c.       Dikocok beberapa menit
d.      Didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan
e.       Dipisahkan fasa airnya
f.       Dimasukkan lagi kedalam corong pisah ke-2 selanjutnya ditambahkan lagi 10 mL pelarut CCl4 dan dilakukan lagi proses ekstraksi
g.      Dipisahkan lapisan fasa air dan diencerkan hingga 100 mL
h.      Dilakukan titrasi dengan NaOH 1 N dengan menggunakan Indikator Phenolptalein.













DAFTAR PUSTAKA
Arifianti, L., Oktarina, R.C., dan Kusumawati I. 2014. Pengaruh Jenis Pelarut Pengekstraksi Terhadap Kadar Sinensetin Dalam Ekstrak Daun Orthosiphon stamineus Benth. E-Journal Planta Husada, 2(1).

Kasmiyatun M. 2010. Ekstraksi Asam Sitrat Dan Asam Oksalat : Pengaruh  Konsentrasi Solut Terhadap Koefisien Distribusi. Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses. ISSN : 1411-4216.

Nuraini A.D. 2007. Ekstraksi Komponen Anti bakteri Dan Antioksidan  Dari Biji Teratai (Nymphaea Pubescens Willd). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Rudi. 2017. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari : Universitas Halu Oleo.

Susanti A.D., Ardiana D., Gumelar P.G., dan Bening G.Y . 2012. Polaritas Pelarut Sebagai Pertimbangan Dalam Pemilihan Pelarut Untuk Ekstraksi Minyak Bekatul Dari Bekatul varietas Ketan (Oriza Sativa Glatinosa). Simposium Nasional RAPI XI FT UMS. ISSN : 1412-9612.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar